sumber foto : http://ic-insightcommunity.blogspot.com |
Memang tidak persis seperti ilmuwan sebab anak-anak tidak paham statistik, tidak dapat merancang eksperimen dan tidak mengikuti konferensi ilmiah. Tapi hasil percobaan menunjukkan bahwa anak-anak tanpa disadari dapat memahami pola statistik dan menerapkannya untuk memecahkan masalah.
Seorang ilmuwan bernama Alison Gopnick dari University of California di Berkeley melakukan eksperimen sederhana di laboratoriumnya sendiri. Menggunakan mesin yang dapat menyalakan lampu dan memainkan musik ketika ada benda tertentu ditempatkan di atasnya, Gopnick menunjukkan bahwa bayi umur 2 tahun sudah dapat mengaktifkan mesin tersebut.
Apabila ditempatkan 1 blok di atasnya, maka lampu dan musiknya akan menyala sebanyak 2- 3 kali. Namun apabila diletakkan blok kedua, maka mesin akan menyala sebanyak 2 - 6 kali. Anak-anak ini kemudian diminta menyalakan mesin dan ternyata mampu melakukannya.
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa bayi berusia 2 - 4 tahun mampu menghitung probabilitas untuk mengaktifkan dan mematikan mesin. Percobaan lain juga menunjukkan anak-anak ini dapat menghitung probabilitas yang jauh lebih rumit untuk menarik kesimpulan yang lebih rumit pula.
"Percobaan ini menunjukkan bahwa jika Anda memberikan anak-anak satu masalah seperti mencari tahu bagaimana mesin bekerja, maka anak-anak bermain secara spontan. Ia akan melakukan banyak percobaan untuk mendapat informasi yang dibutuhkan dan mencari tahu bagaimana mainan itu bekerja," kata Gopnick seperti dilansir Live Science, Jumat (28/9/2012).
Gopnick menambahkan, anak-anak juga bisa belajar tentang hubungan sebab-akibat dengan mengamati tindakan orang lain. Oleh karena itu, orangtua dan para guru dapat menerapkan metode ini untuk mengajarkan anaknya ketrampilan baru. Mengajarkan sesuatu tanpa membiarkan anak mencari tahu sendiri justru dapat menghambat proses belajar anak-anak.
Temuan Gopnick ini juga bisa diterapkan dalam pendidikan prasekolah. Apalagi ia menyadari bahwa ada tekanan yang cukup besar di awal tahun-tahun pelajaran karena kurikulum sangat berfokus pada keterampilan membaca dan matematika.
"Saya pikir penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak memiliki kemampuan kognitif yang luar biasa ketika berusia 2, 3 dan 4 tahun. Mereka berlatih keterampilan-keterampilan kognitif lewat proses bermain, bereksperimen dan mengeksplorasi. Ketika pendidikan prasekolah jadi lebih akademis dan terstruktur, kita tidak mendorong anak-anak melakukan aktifitas ilmiah dan kognitif yang sebenarnya mampu mereka lakukan sendiri," kata Gopnick.
Sumber : detikHealth.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar