Sering sekali kita mendengar ada perkataan:
“Ooh ibu menyusuinya dibantu dengan formula juga kah?”. Nah pertanyaan
ini menggelitik sekali karena apakah betul formula bisa membantu proses
perkenalan awal antara sepasang ibu dan bayi atau malah mempersulit
proses menyusui?
Untuk menajawab ini, tidak ada salahnya kita lihat dulu bagaimana
kerja lambung bayi ketika baru dilahirkan. Dinding lambung bayi ketika
baru lahir masih berlubang dan ini mengakibatkan protein dan patogen
bisa masuk menyelip diantara lubang-lubang tersebut. Dibutuhkan waktu
beberapa minggu untuk lambung bayi ini bisa menutup dengan rapat dan
kolostrum merupakan cairan awal yang sangat sesuai untuk melapisi
lambung ini dengan tujuan melindungi bayi dari alergi dan infeksi pada
bayi baru lahir. Karena lambung bayi masih sangat kecil ketika baru
lahir, maka kebutuhan kolostrum pun memang tidak terlalu banyak dan
sesuai dengan kebutuhannya saat itu.
Pemberian formula diawal kelahiran bayi juga mengubah kondisi flora
dalam lambung dan usus bayi. Kondisi lambung dan usus bayi ketika baru
lahir memiliki kadar basa yang tinggi hal ini menyebabkan keseimbangan
asam dan basa pada bayi terjaga ketika mendapatkan ASI yang mengandung
47% bakteri bifido baik yang dibutuhkan untuk kesehatan lambung. Bayi
yang mendapatkan formula, keseimbangan asam-basa ini terganggu sehingga
menyebabkan tingginya kadar asam dalam lambungnya. Kondisi
ketidakseimbangan asam-basa inilah yang bisa mengganggu metabolime dalam
tubuh bayi dan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh si kecil.
Disinilah pentingnya bayi untuk bisa melakukan Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), dimana bayi bisa melatih insting yang dibekali oleh semua bayi
mamalia untuk bisa mencari sumber kehidupannya yakni payudara ibunya.
Selain itu, IMD juga membantu bayi untuk segera mendapatkan kolostrum
yang seperti kita bahas sebelumnya, sangat bermanfaat bagi kesehatan di
pencernaan bayi.

Setelah kita membahas apa kandungan dalam formula dan bagaimana
reaksinya dalam tubuh bayi jika diberikan, mari kita kupas bagaimana
dengan penggunaan dot, karena biasanya pemberian formula selalu melalui
media dot yang tentunya memiliki efek yang turut memperumit situasi
menyusui bagi pasangan ibu dan bayi.
Mekanisme
kerja dot sangat berbeda dengan bagaimana seorang bayi menyusu ke
payudara. Bayi tidak perlu membuka mulutnya dengan lebar untuk bisa
mengeluarkan isi dalam dot karena dot jika kita balik saja sudah bisa
menetes keluar isinya. Tentunya ini membuat mulut bayi seperti mencucu
atau monyong sedikit dan dia pun akan bisa mendapatkan apa yang ada di
dalam botol. Jika diawal proses melahirkan bayi sudah berkenalan dengan
botol maka akan sulit membuat bayi untuk bisa membuka mulutnya dengan
lebar ketika akan ‘berkenalan’ dengan payudara untuk menyusu. Karena
semua bayi mamalia yang terlahir di muka bumi ini memiliki insting untuk
mencari sumber kehidupannya sesaaat setelah lahir yakni puting ibunya,
maka jika proses ini digantikan oleh botol dan dot maka perkenalan awal
ini bisa mempersulit hubungan menyusui antar ibu dan bayi yang baru saja
akan dibina.
Perkenalan awal pada dot juga berandil ketika bayi melekat pada
payudara dengan mulut mencucu dan mengakibatkan puting lecet dan
tentunya membuat ibu kesakitan teramat sangat ketika menyusui. Bahkan
saya pernah mendengar sebuah pernyataan yang banyak diamini oleh para
ibu yang mengatakan, “menyusui itu lebih sakit daripada proses
melahirkan loh!” Padahal sudah banyak pakar dan ibu yang merasakan
langsung bahwa pelekatan yang baik seyogyanya tidaklah membuat payudara
lecet apalagi sakit teramat sangat. Karena ibu merasa kesakitan dan
puting juga lecet parah, maka datanglah ‘bantuan’ formula dan dot yang
dirasa bisa ‘meringankan’ beban ibu untuk sementara waktu sampai
menunggu lecet di puting ibu pulih. Padahal kondisi ini semakin membuat
hubungan menyusui antara ibu dan bayi semakin menjauh karena bayi pun
semakin akrab dengan botolnya. Perlahan-lahan produksi ASI ibu pun mulai
menurun karena permintaan ke payudara tidak sesuai dengan permintaan
sesungguhnya karena bayi mendapatkan tambahan asupan lain.
Proses persalinan juga memiliki andil besar terkait dengan insting
bayi untuk menyusu. Karena seorang bayi yang terlahir cukup bulan dengan
kondisi sehat dan stabil selayaknya akan bisa menggunakan insting
menyusunya dengan baik juga. Namun ketika kita melakukan intervensi
dalam proses persalinan seperti penggunaan induksi atau bedah sesar,
efek obat yang diberikan bisa juga mempengaruhi kondisi bayi yang akan
lebih mengantuk dan kurang alert untuk sigap mencari sumber kehidupannya
yakni payudara ibu mereka.
Selain itu, kadang kita lupa dengan kodrat kita sebagai makhluk
mamalia, bagaimana penggunaan dot pun memiliki efek jangka panjang pada
perkembangan rahang, mulut dan bahkan geligi bayi kita kelak. Sudah ada
studi yang menunjukkan kerja otot yang berbeda saat bayi menghisap botol
dengan ketika bayi menyusu di payudara ibunya. Hal ini tentunya
memiliki imbas pada perkembangannya kelak. Tidakkah kita sadari
penggunaan kawat gigi pada anak-anak saat ini terlihat marak sekali?
Kenapa kira-kira geligi anak-anak sekarang banyak yang maju ke depan dan
tumbuhnya kadang tidak rapih?
Tapi bagaimana kalo kita memberikan dot yang berisi ASI? Jawabannya
resiko bayi kebingungan akan puting ibunya tentu akan tetap ada.
Kebingungan inilah juga yang seringkali berakibat produksi ASI di
payudara ibu perlahan menurun, karena bayi menggunakan teknik menghisap
botol dengan mencucu ketika menyusu di payudara. ASI yang keluar dari
payudara pun tidak optimal, pelan-pelan payudara menurunkan kapasitas
produksinya, karena permintaan tidak sesuai dengan yang diproduksi.
Situasi ini yang seringkali tidak disadari para orang tua yang akhirnya
mengambil kesimpulan “ASI saya tidak cukup!”
Banyak alternatif cara lain dalam memberikan ASI kepada bayi jika ibu
tidak bisa bersama bayi. Pemberian ASI dengan media gelas kecil atau
pipet atau spuit juga akan sangat membantu dan terbukti membantu agar
bayi tidak mengalami bingung puting. Tetapi, jika kita pikir-pikir lagi
ya.. Dan sebenarnya yang benar-benar bingung dalam situasi ini siapa ya?
Kita atau bayi-bayi kita? Mereka kan hanya memilih apa yang kita
berikan pada mereka. Jangan-jangan kita yang selama ini terjebak dalam
pemahaman yang keliru dan membuat diri kita sendiri tersesat dalam
memahami apa yang sebenar-benarnya bayi kita butuhkan secara kodrati?
Satu hal yang juga menarik adalah para orang tua seringkali memiliki
ekspektasi tersendiri tentang bagaimana perilaku seorang bayi baru lahir
yang akhirnya membuat kita seringkali terjebak pada pemahaman kita
sendiri. Contohnya: kita sering mengira bayi itu hanya menyusu pada
waktu-waktu tertentu yang berjarak cukup panjang atau setiap interval 2
jam. Kita juga tidak jarang menduga bayi akan sering tidur karena
lagi-lagi terjebak dalam istilah “sleep like a baby.” Padahal kita
ketahui juga justru yang kodrati adalah bayi akan rutin terbangun untuk
menyusu karena seperti penuturan diatas, lambung yang kecil membuat ia
akan sering mengisi. Inilah yang alamiah dan natural.
Realita yang ada bayi memang akan sering menyusu sering diawal-awal
kelahirannya dan bisa juga menyusu dalam frekuensi yang panjang.
Realitanya juga bayi kadang menyusu sebentar-sebentar dan berulang kali.
Realitanya juga bayi akan sering bangun untuk menyusu karena memang
itulah yang kodrati dan alamiah. Perbedaan ekspektasi dan realita yang
ada inilah yang membuat konflik tersendiri dalam pemikiran para orang
tua. Konflik inilah juga yang membuat kita seringkali mencari jalan
pintas dengan ‘membantu’ ibu menyusui dengan memberikan formula dan dot
supaya para ibu bisa beristirahat. Nah sekarang coba kita tilik lagi
penjelasan diatas, apakah benar pemberian formula dan dot itu
benar-benar ‘membantu’ seorang ibu yang sedang ‘berkenalan’ dengan bayi
barunya dan belajar menyusui bayinya? Atau jangan-jangan kita selama ini
sudah terjebak dalam ketidaktahuan yang imbasnya adalah mempersulit
bayi-bayi kita dalam mendapatkan asupan mereka yang kodrati dan alami
yakni ASI.
PS: pada kondisi tertentu pemberian formula memang diperlukan atas
indikasi medis dan alasan yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.
Akan lebih baik jika kita perlakukan formula itu seperti obat, yang
memang harus diresepkan tenaga kesehatan dan diberikan dengan takaran
yang tepat dan penuh kehati-hatian. Namun penting menjadi catatan
bersama, pemberian formula harus disadari juga resikonya dan tenaga
kesehatan wajib informasikan hal ini ke orang tua.
Sumber : http://aimi-asi.org/membantukah-pemberian-formula-dot-diawal-kelahiran-bayi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar